fokusbengkulu,jakarta – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebong telah menjalankan putusan sela Mahkamah Konstitusi (MK) RI dengan mebuka ruang mediasi seluas-luasnya bersama Pemkab Bengkulu Utara berkenaan dengan sengketa batas wilayah kedua kabupaten, termasuk wilayah yang dulunya disebut Padang Bano (Saat masih masuk wilayah Lebong). Mediasi ini sendiri difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu. Namun, mediasi yang digelar, tidak menemukan kata sepakat alias buntu (deadlock).
Pemkab Bengkulu Utara masih bersikukuh berpegang pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 Tahun 2015 tentang Batas wilayah Kabupaten Lebong dan Bengkulu Utara.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Lebong H Mustarani Abidin SH MSi saat dikonfirmasi fokusbengkulu.com membenarkan, baik Pemkab Lebong maupun Bengkulu Utara masih bertahan dengan argumen masing-masing hingga tidak menemukan kata sepakat.
Menurut Mustarani, pasca mediasi di Balai Raya Semarak Bengkulu beberapa waktu lalu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengundang Gubernur Bengkulu, Bupati Lebong dan Bupati Bengkulu Utara untuk mengikuti supervisi pelaksanaan mediasi putusan sela Nomor 71/PUU-XXI/2023. Supervisi ini digelar di Ruang Rapat Biro Hukum Jalan Medan Merdeka Utara Nomor 7 Jakarta Pusat, pada Jum’at (14/6/2024).
Baca juga : Bupati Kopli Saksikan Peresmian Pasar Ajai Siang oleh Mendag Zulkifli Hasan
“Saat supervisi, Bengkulu Utara masih bersikukuh pada Permendagri. Karena, menurut mereka itu adalah aturan terakhir yang baku,” kata Mustarani, Sabtu (15/6/2024).
Dia menjelaskan, mengacu pada Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah, yang bisa merubah Permendagri 20 Tahun 2015 tersebut adalah putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap (Inkracht).
Oleh sebab itu, kata dia, langkah hukum yang diambil Pemkab Lebong, tidak menggunggat Permendagri Nomor 20 Tahun 2015 ke Mahkamah Agung (MA). Melainkan, mengajukan uji materi Undang Undang Nomor 6 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Termasuk Kotapraja, Dalam Lingkungan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan.
“Berkaca pada Permendagri Nomor 141 itu, hanya ada satu celah untuk merubah Permendagri 20 yaitu, lewat pengadilan. Makanya, di forum di Kemendagri kemaren, saya sudah memetakan dan menjelaskan sedetail mungkin. Namun, kayaknya harus melalui MK. Sebab, masing-masing punya argumen dan dasar. Bengkulu Utara ke aturan Permendagri. Sedangkan kita, mau menguji Undang Undang,” paparnya.
Baca juga : Kabar Baik, Pemkab Lebong Segera Gelar Operasi Katarak Gratis, Ini Jadwalnya
Ditanya terkait apakah masih ada ruang mediasi, Mustarani mengatakan, bahwa tidak ada lagi rapat di tingkat pemerintah. Sebab, dalam putusan sela, MK memberi tenggat waktu tiga bulan. Terhitung mulai April – Juni 2024 untuk melaksanakan mediasi. Jika dalam kurun waktu tersebut tidak ada kesepakatan, maka Kemendagri akan menyampaikan hasil tersebut ke MK.
“Artinya, kembali lagi ke MK. MK yang nanti memutuskan Inkracht-nya. Kita tunggu saja seperti apa hasilnya. Mudah-mudahan, hasilnya, sesuai dengan apa yang dimohonkan oleh Pemkab Lebong,” demikian Mustarani.
Diketahui, supervisi mediasi di Kemendagri dipimpin Staf Khusus Mendagri Bidang Pemerintahan Desa dan Pembangunan Perbatasan Hoiruddin Hasibuan didampingi Kepala Biro Hukum Mendagri Wahyu Chadra Kusuma Purwo Nugoroho SH MHum.
Sementara, Pemkab Lebong tampak dipimpin Wakil Bupati (Wabup) Drs Fahrurrozi MPd didampingi segenap pejabat eselon lainnya.(wez)