Kabid PMD Eko Budi Santoso (kiri) – Kabid Pendapatan BKD Rudi Harono (kanan)
fokusbengkulu,lebong – Potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) atau Galian C pembangunan fisik yang bersumber dari Dana Desa (DD) dan ADD (Alokasi Dana Desa) di Kabupaten Lebong, menguap.
Pajak Galian C tersebut belum ditarik oleh Pemkab Lebong melalui OPD (Organisasi Perangkat Daerah) pemungut.
Pun, diduga kuat tidak juga dibayarkan oleh pihak pemerintah desa atau pemilik usaha Galian C, sejak DD-ADD mulai disalurkan sekitar lima tahun lalu, atau tahun 2015.
Padahal, tidak seluruh desa memiliki potensi material yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan fisik di desa.
Kalau pun ada, tidak menutup kemungkinan ada jenis material lain yang mesti dibeli di tambang Galian C.
Jika di suatu desa ada material batu, belum tentu memiliki pasir. Bahkan, ada juga desa yang tidak memiliki potensi material bangunan sama sekali.
Artinya, pihak desa mesti membeli di tambang Galian C berizin. Jika membeli material di Galian C berizin, maka ada kewajiban pajak yang harus dibayarkan.
Sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Selain itu, secara lebih spesifik, pajak Galian C atau MBLB di Kabupaten Lebong juga telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pajak Daerah.
Terkait hal ini, Plt Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Lebong Erik Rosadi SSTP M.Si melalui Kabid Pendapatan Rudi Hartono SE M.Ak saat dikonfirmasi belum lama ini, tidak membantah hal tersebut.
“Memang, untuk di desa, itu belum tertib. Padahal, potensi pajak galian C-nya untuk mendongkrak PAD kita cukup besar,” cetus Rudi.
Dia mencontohkan, dari DD saja. Jika total DD yang disalurkan ke Lebong mencapai lebih dari Rp 60 miliar.
Katakanlah, yang dibayarkan untuk pajak Galian C dari nilai itu hanya 1 persen saja. Berarti, sudah ada Rp 600 juta.
“Tapi, memang kita masih abu-abu soal regulasi penarikan pajak Galian C dari DD/ADD ini,” imbuh Rudi.
Diakuinya, dalam pertemuan dengan para kades yang diwakili oleh PAPDESI (Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) Kabupaten Lebong di Aula Bappeda, belum lama ini.
Di mana, para Tenaga Ahli (TA) Kabupaten Lebong juga hadir. Salah seorang TA, menyampaikan di dalam rapat itu bahwa untuk pembelian material, itu dihitung sebagai HOK (Hari Orang Kerja,red).
Artinya, yang dibayarkan adalah honor dari orang tersebut berdasarkan SBU (Standar Biaya Umum) yang telah ditetapkan melalui Perbup (Peraturan Bupati).
Lantas, bagaimana dengan material yang dibeli di Galian C. Apakah tetap dihitung HOK ?. Kemudian, HOK tersebut mengacu pada jumlah hari atau kubikasi material ?.
Jika dihitung HOK, berarti pihak desa mesti mengeluarkan uang untuk membayar material ditambah dengan membayar HOK ?.
“Inilah yang nantinya akan kita upayakan agar pajak Galian C dari DD/ADD ini juga bisa kita maksimalkan,” tandas Rudi.
Di tempat terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Sosial (PMDSos) Kabupaten Lebong Reko Haryanto SSos M.Si melalui Kabid PMD Eko Budi Santoso M.Eng saat dikonfirmasi fokusbengkulu.com, Kamis (17/9/2020), mengakui hal itu.
Kata dia, jika pihak desa menggunakan material yang dibeli dari tambang Galian C. Dan ada ketentuan pembayaran pajak di situ, maka pihak desa mesti membayar pajak Galian C.
“Sampai saat ini, secara teknis, saya kurang mengetahui regulasi terkait Galian C. Tapi, kalau memang mereka (Pihak desa,red) menggunakan material dari Galian C. Jika ada kewajiban pajak, seharusnya pihak desa membayar,” ungkap Eko.
Dia mengakui, jika pihak desa membeli material lokal atau di desa itu sendiri, pihak desa menghitungnya sebagai HOK.
“Untuk material lokal memang dihitung HOK dan tidak dikenakan pajak,” demikian Eko. (wez)